Thursday, January 27, 2005

Potensi Karet Rakyat

Kamis, 27 Januari 2005

Industri "Compound", Memberdayakan Potensi Karet Rakyat di Kalsel

Di sebuah lokasi industri kecil di Bati-Bati, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, wajah para pekerja pembuatan adonan lembaran karet jadi itu tampak hitam berjelaga. Mereka seperti menggunakan topeng hitam, yang terlihat hanya mata dan gigi putih mereka.

MASKER putih yang mereka kenakan pun terlihat kumal tanda jarang diganti. Itu juga hanya mereka gunakan setengah hati, kadang dipasang dan kadang dilepas. Sudah barang tentu mereka "kenyang" menghirup udara yang penuh jelaga.

Para pekerja terus-menerus memasukkan bahan baku karet alam dari jenis lembaran yang telah dikeringkan ke dalam mesin blender. Karet itu digulung terus-menerus oleh mesin hingga membentuk lembaran-lembaran hitam. Lembaran itu kemudian dijadikan bahan baku karet lembaran jadi atau yang biasa disebut compound (adonan). Compound ini merupakan campuran dari berbagai bahan, mulai dari karet alam, minyak, bahan karbon, zat pewarna, dan bahan lainnya.

Lembaran-lembaran compound yang dihasilkan mesin itulah yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan ban. Dalam skala kecil, bahan itu digunakan untuk memvulkanisasi ban bekas. "Beginilah pekerjaan kami setiap hari, selalu hitam terkena asap karbon," kata seorang pekerja.

KEGIATAN menggiling karet lembaran kering atau biasa dikenal sebagai karet SIR (Standard Indonesian Rubber) itu sudah sejak tahun 2001 berjalan di bawah bendera "Lima Saudara". "Memang kami yang berusaha ini ada lima orang bersaudara," kata Suharno (30), penanggung jawab "Lima Saudara" di Banjarmasin.

Lima saudara anak pasangan Yadimin (58) dan Legiyem (50) kini semuanya terjun ke usaha yang bisnis utamanya pembuatan compound dan vulkanisasi ban. Lima saudara para transmigran asal Klaten, Jawa Tengah, ini membuka cabang-cabang baru di berbagai kota.

Anak pertama, Slamet Widodo, ditugaskan mengawasi pembuatan compound di Bati-Bati (Tanah Laut); anak kedua, Sugiarti, ditugaskan membuka cabang di Palangkaraya (Kalimantan Tengah); anak ketiga, Suharno, mengelola cabang di Banjarmasin; anak keempat, Hartono, membuka cabang di Yogyakarta; dan anak kelima, Muhtarno, membuka cabang di Pulau Pinang, Kabupaten Tapin (Kalsel). "Bisnis vulkanisasi ban memang sudah sejak tahun 1989, tetapi pembuatan compound ini baru kami mulai tahun 2001," ujar Suharno.

Ide awal usaha pembuatan compound digunakan untuk menyuplai bahan baku pembuatan vulkanisasi ban yang sudah lebih dulu ditekuni Lima Saudara. "Dulu kami beli compound dari Pulau Jawa, tetapi karena bahan bakunya karet dan di Kalsel berlimpah, kami mulai membuat compound sendiri," kata Suharno.

Jika membeli compound dari Pulau Jawa satu kilogram harganya berkisar Rp 16.000-Rp 20.000 per kilogram. "Dengan membuat sendiri, ternyata bisa mengirit biaya sampai Rp 3.000 per kilogram compound," katanya.

KINI usaha keluarga itu telah menjadi penguasa pasar compound di Kalsel dan Kalteng, serta sebagian Kaltim. "Hanya Kalbar yang sulit kami tembus karena transportasi ke sana terbatas dan lebih dekat dari Jakarta," kata Suharno.

Di sektor usaha vulkanisasi ban bekas, Lima Saudara juga mengaku sudah memimpin pasar walaupun tidak sepenuhnya mereka kuasai. "Ada beberapa pesaing kami di Banjarmasin, tetapi sekarang pesaing itu pun mengambil bahan baku dari kami," kata Suharno.

Tidak banyak yang tahu bahwa usaha ban bekas itu ternyata memiliki perhitungan ekonomi yang menarik. Anak-anak Yadimin membeli ban bekas dengan harga bervariasi. Ban bekas jenis kendaraan Colt dibeli Rp 50.000 hingga Rp 125.000, bergantung pada kondisinya. Setelah divulkanisasi dijual Rp 175.000 hingga Rp 230.000. Ban bekas kendaraan truk dibeli Rp 75.000 hingga Rp 200.000, dan kemudian setelah divulkanisasi bisa dijual Rp 400.000 sampai Rp 600.000.

Yadimin yakin, ban hasil vulkanisasi akan tetap menjadi alternatif pengganti ban bagi sebagian kalangan. Di Banjarmasin diperkirakan pemakai ban vulkanisasi mencapai 30 persen dari seluruh pemilik kendaraan.

Usaha keluarga Yadimin itu terpilih sebagai salah satu usaha mikro yang cukup berhasil di Kalsel. Karena itu, dalam rangka ulang tahun ke-109 BRI, usaha compound dan vulkanisasi Lima Saudara mendapat prioritas pemberdayaan nasabah.

"Memang ini bukan satu-satunya usaha yang sukses di bawah binaan BRI. Tetapi usaha Lima Saudara ini cukup unik dilihat dari perjuangan keluarga ini mencapai keberhasilan," kata M Amenan, Bagian Kredit BRI Banjarmasin. Amenan sejak awal mendampingi keluarga Yadimin untuk menentukan langkah-langkah bisnisnya, terutama terkait dalam hal penentuan investasi menggunakan modal perbankan.

"Bayangkan, modal awal dia ke Banjarmasin ini hanya Rp 5.000, tidak masuk akal. Tapi, itu terjadi dan dilakoni Yadimin yang berniat mengubah nasib keluarganya di Klaten Jawa Tengah, kini mereka bisa menikmati usaha keras mereka itu," kata Amenan.(Amir Sodikin)

sumber:
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0501/27/ekora/1447731.htm

No comments: