Wednesday, January 19, 2005

Kebijakan yang Tak Jelas

Selasa, 18 Januari 2005

Investor Persoalkan Kebijakan yang Tak Jelas

Jakarta, Kompas - Kalangan investor asing yang mengikuti Pertemuan Puncak Infrastruktur (Infrastructure Summit) 2005 di Jakarta, Senin (17/1), umumnya siap memenuhi ajakan pemerintah untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini mereka masih ragu menyangkut iklim investasi di Indonesia. Tuntutan kepada pemerintah nyaris seragam dan klasik, yakni persoalan kebijakan yang belum jelas serta belum adanya kepastian hukum dan keamanan berinvestasi.

Pemerintah yang pada pertemuan ini menawarkan 91 proyek infrastruktur senilai 22 miliar dollar Amerika Serikat dinilai belum siap menyangkut kebijakan-kebijakan pendukung investasi.

Tuntutan agar iklim investasi diperbaiki antara lain diungkapkan oleh Presiden Direktur/Chief Executive Officer PT Paiton Energy Ronald P Landry dan Presiden Direktur PT MS Water Peter von Stiegler. Keluhan soal iklim investasi juga diungkapkan oleh kalangan investor dalam negeri, termasuk sejumlah pemimpin badan usaha milik negara (BUMN).

Dalam sesi tanya jawab selama pertemuan, sebagian besar calon investor masih meragukan kesungguhan pemerintah dalam menjamin kepastian usaha, terutama terkait dengan persoalan otonomi daerah. Selain itu, mereka juga menyinggung cap korupsi yang melekat pada Indonesia dan masih adanya praktik monopoli oleh perusahaan BUMN.

"Presentasi yang disampaikan cukup baik, dan semua proyek yang ditawarkan juga cukup menarik, tapi sayangnya kami masih meragukan sejauh mana Pemerintah Indonesia dapat memberikan kepastian usaha. Apalagi dengan adanya otonomi daerah yang menyebabkan sangat banyaknya regulasi yang tumpang tindih," kata salah seorang pejabat Bank Pembangunan Asia.

Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (AJTI) Fatchur Rochman dan Direktur Utama PT Jasa Marga Syarifuddin Alambai mencontohkan kasus investasi di sektor jalan tol. Sebanyak 1.500 kilometer proyek jalan tol yang ditawarkan pemerintah ternyata lahannya sama sekali belum dibebaskan.

Yang dilakukan baru sebatas prastudi kelayakan. Hal ini dikhawatirkan akan membuat program investasi jalan tol tidak akan berjalan mulus seperti direncanakan, sebab proses pembebasan tanah dalam proyek pembangunan jalan bebas hambatan biasanya menghabiskan waktu lama dan menyebabkan biaya membengkak beberapa kali lipat.

"Lihat saja, proyek Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR) yang ditangani PT Jasa Marga. Ruas Hankam-Cikunir dan Veteran-Ulujami sudah menghabiskan waktu sekitar dua tahun, tetapi proses pembebasan lahan yang tinggal puluhan meter persegi itu belum juga dituntaskan. Sikap pemerintah pusat dan daerah selalu bertolak belakang," kata Fatchur Rochman.

Presiden Direktur/Chief Executive Officer PT Paiton Energy Ronald P Landry yang perusahaannya akan menambah investasi di pembangkit listrik mengaku gembira mendengar pernyataan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Aburizal Bakrie yang mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2005 sebagai payung kontrak listrik di Indonesia.

Akan tetapi dia sangat berharap pemerintah memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai PP tersebut. Landry juga mengatakan, investor membutuhkan arahan yang jelas dari pemerintah. Selain itu, dibutuhkan kepastian hukum, transparansi, perlindungan investasi, serta upaya mengurangi birokrasi atau peraturan yang terlalu panjang dan banyak.

Permintaan yang sama disampaikan Peter von Stiegler, Presiden Direktur PT MS Water, perusahaan Jerman yang akan membangun infrastruktur pengadaan air bersih. "Dulu kami pernah mencoba membantu memberdayakan perusahaan daerah air minum melalui suntikan Bank Pembangunan Asia. Hasilnya gagal. Lalu, kami mencoba bekerja sama lagi dengan sejumlah perusahaan swasta di Jakarta, juga hasilnya sama. Setelah dicari, ternyata masalahnya adalah sistem pengelolaan yang buruk dan tidak transparan," ungkapnya.

Duta Besar Belanda Ruud Treffers mengatakan, minat dunia usaha dari Uni Eropa untuk berinvestasi di Indonesia sebenarnya sangat besar. Bidang yang diminati antara lain konstruksi, pembiayaan untuk jalan, jembatan, suplai air bersih, pembangkit tenaga listrik, pembangunan bandar udara, pelabuhan, dan telekomunikasi.

Minat itu dapat direalisasikan dalam waktu dekat jika didukung kepastian hukum. "Hanya transparan dan kepastian hukum yang dapat menciptakan kepercayaan untuk investasi jangka panjang di Indonesia," kata Treffers.

Hal senada diungkapkan Duta Besar Kanada Randolph Mank yang mengatakan dirinya didampingi para investor dari Kanada sedang menjajaki investasi di Indonesia. Selama tiga bulan terakhir, Kanada telah mengumumkan investasi baru senilai 680 juta dollar AS di bidang pertambangan dan migas di Indonesia.

Tawarkan keuntungan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka Pertemuan Infrastruktur mengajak kalangan investor yang hadir dalam pertemuan untuk ikut mengambil kesempatan berinvestasi di bidang infrastruktur yang ditawarkan pemerintah. "Ini merupakan kesempatan yang sangat bagus bagi para pelaku usaha di bidang infrastruktur," katanya.

Presiden juga menekankan pentingnya kerja sama, baik dunia usaha domestik maupun asing, untuk membantu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. "Terjadinya bencana gempa bumi dan gelombang tsunami di Aceh dan Sumatera Utara membuat Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar bagi perbaikannya," kata Presiden.

Mengenai daya tarik investasi di Indonesia, Presiden mengatakan pemerintah telah membuat kebijakan khusus, terutama di bidang perpajakan dan administrasi.

Menko Perekonomian Aburizal Bakrie mengakui, Indonesia memang dikenal sebagai negara yang birokrasinya terlalu panjang dan sarat praktik korupsi. Namun, pemerintah saat ini akan berupaya keras untuk mengurangi praktik korupsi.

Aburizal juga mengatakan, pemerintah akan menyederhanakan birokrasi sehingga berbagai perizinan yang terkait dengan birokrasi bisa lebih dipercepat penyelesaiannya.

Menyangkut investasi jalan tol, Fatchur dan Alambai mengingatkan proses pembebasan lahan di lapangan tidak semudah yang dibayangkan banyak orang. Apa yang disepakati atau diatur pemerintah pusat sejak era reformasi tidak selalu ditaati pemerintah daerah. Daerah biasanya membuat kebijakan sendiri yang umumnya menghambat proses investasi.

Kedua pelaku bisnis jalan tol tersebut meminta pemerintah membuat kebijakan yang tegas yang ditaati semua pihak, mulai dari pusat hingga daerah.

Direktur Sistem Jaringan Prasarana Departemen Pekerjaan Umum (DPU) Eduard T Pauner juga mengakui belum dibebaskannya lahan 1.500 kilometer proyek jalan tol. Namun, menurut dia, biaya pembebasan lahan merupakan bagian dari investasi sehingga harus ditanggung investor. (FAJ/OTW/OIN/HAR/JAN/BOY)

sumber:
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0501/18/UTAMA/1508039.htm



No comments: