Monday, November 01, 2004

Antara mengetahui dan memahami

Mengetahui: dengan salah satu indera kita bisa mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita. Apa yang terjadi itu suatu kecenderungan menuju kesuksesan atau suatu ancaman yang bisa menjadi potensi kegagalan bagi usaha kita.

Memahami: tidak sekedar mengetahui. Memahami membutuhkan kemampuan "mengetahui" secara komprehensif. Perlu effort yang lebih besar untuk memahami yang ada di sekitar kita, dibandingkan dengan upaya sekedar untuk mengetahui.

1. Melalui "mengetahui", bisa memudahkan kemunculan perilaku "uang dengar".
Selama 32 tahun, dengan modal "mengetahui" banyak "penonton" yang telah berhasil meroketkan biaya uang dengar dari 5% di awal orde baru menjadi lebih dari 95% di paska orde baru. Akibatnya, yang benar-benar bekerja, berkeringat dan berfikir keras untuk kesuksesan suatu upaya, menjadi "kalah" penghargaannya dibandingkan dengan yang sekedar "mengetahui".

Anak bupati, kemenakan kabiro, istri muda pejabat, dengan mudah bisa mengendalikan kue fee-proyek, bukan ngurusin kualitas dan bukan pula care terhadap penyelesaian proyek. Ada ketidakadilan di sini. Karena upaya memahami membutuhkan 'investasi' yang jauh lebih besar daripada "penonton" yang sekedar "mengetahui", namun justru "penonton" yang dekat dengan pengambil keputusan itulah, yang berpesta atas penghargaan yang seharusnya bukan menjadi hak-nya. Lalu dengan "bijak-nya" para pakar saat itu menyebutnya sebagai ekonomi biaya tinggi. Maunya mengkritik secara santun, namun nggak pernah kena sasaran. Karena yang dikritik cuman manggut-manggut.

2. Melalui "mengetahui", bisa muncul para pembisik.
What is the realy needs ? adalah starter yang baik untuk suatu problem solving.
Untuk mudahnya, dicari "mereka" yang "serba mengetahui", kalau bisa instant sekalian dengan solusinya. Uenak tenan. Jadinya akan muncul kebijaksanaan yang dianggap sebagai solusi, padahal menambah polusi keruwetan tata kelola bangsa ini.
Sebaiknya dalam mengambil keputusan, jangan terlalu tergantung kepada pembisik. Sebaiknya pengambilan keputusan itu perlu diback-up dengan survei data sendiri.

3.Melalui "mengetahui", kita bisa menjemput fakta, untuk dicatat menjadi data guna mengambil keputusan dengan lebih pasti.
Menjemput fakta bisa dilakukan dengan survei, atau pengamatan aparat. Survei akan mahal jika itu dilakukan oleh para technical assistance asing. Aparat bisa diberdayakan dengan reward-penalty yang wajar, serta ditunjukkan tentang apa yang perlu diamati, dan dibekali dengan pemahaman yang cukup. Data historis harus dicatat dengan baik dan rapi, agar langkah kita tidak terantuk batu yang sama.

Dengan data historis, langkah "mengetahui" bisa dilanjutkan dengan memahami. Dicari elemen dan struktur arsitektur persoalannya. Dicari state-state antara yang bisa dicapai dari suatu titik awal, dalam rangka menuju state tujuan. Dibutuhkan sikap komprehensif, untuk tidak hanya melihat perilaku normalnya saja, namun kemungkinan handycap atau perkecualian yang bisa muncul untuk diantisipasi.

Dibutuhkan sikap open-mind untuk membandingkan fakta aktual dengan fakta yang terekam dalam data historis. Jangan menunggu "disodori" fakta yang menyakitkan, sehingga kita merasa disetir oleh keadaan.

4. Menjemput fakta, ya harus melalui survei atau "mengetahui" langsung.
Masalahnya, yang "mengetahui" langsung itu apakah bisa dipercaya ? Ini suatu seni dalam tata kelola. Menjemput fakta harus bisa membedakan, apakah ini gejala awal, atau indikasi akibat dari rangkaian penyebab yang panjang. Jika kita sering menunda menjemput fakta, yang kita temui adalah indikasi akibat, yang seolah bertubi-tubi menerpa kita.

Menjemput fakta dengan deteksi dini, ibarat medetaksi kemungkinan terjadinya kanker di bangunan sistem tubuh manusia. Deteksi dini bisa dibudayakan, jika tidak ingin "menjadi proyek" yang menghamburkan uang. Survei, riset, standard operating procedure, Plan A, Plan B, serta banyak metodologi manajemen bisa diterapkan.

5. Mengetahui, perlu dipadukan dengan memahami.
Contohnya, peningkatan upah minimum di satu sisi memang "memberatkan" bagi pengusaha. Ini benda macam apa pula, kata peneliti. Tapi anehnya para pengusaha kok "tega" menyogok kepada penguasa dengan nilai yang berlipat kali. Mungkin para pengusaha lupa, bahwa meningkatkan upah minimum, adalah juga berarti meningkatkan daya beli.

Meningkatkan daya beli akan memutar roda pasar kehidupan ekonomi. Karena itu sama dengan menanam benih munculnya konsumen produknya.

6. Perlu data yang terpercaya melalui pemberdayaan generasi muda
Mari kita percaya dan kita berdayakan seluruh lapisan masyarakat, khususnya para anak-anak muda yang potensial.

Jangan sampai mereka hanya memperhatikan dugem melulu. Adalah sedikit perhatian mereka terhadap aktivitas riset dan inovasi, jika para orang tua juga menghargainya. Marilah kita berdayakan tempat-tempat pengajian ilmu pengetahuan, agar ikut berkontribusi bagi pemutaran roda ekonomi dan penegakan hukum. Agar di hari tua nanti, kita akan lebih tenang, karena tunas-tunas muda telah ikut tumbuh dengan lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan yang kita alami semua.

7. Hati-hati menepuk dada.
Riya, itu bukan sikap yang dianjurkan oleh agama. Yang dikhawatirkan, jika suatu upaya mulai menunjukkan keberhasilan, akan menggoda kita untuk bersikap riya. Lebih baik mulai sekarang dipikirkan, bagaimana caranya kegairahan untuk serius bekerja, yang ditunjukkan oleh kabinet saat ini, bisa ditularkan ke seluruh rakyat. Tanpa kecuali. Jangan sampai ada yang diabaikan, supaya nanti tidak tergoda untuk menjadi "makelar" seperti di jaman orba, atau tergoda untuk menjadi kroni di jaman Pak Habibie, atau tergoda menjadi pembisik, seperti di jaman Gus Dur, atau tergoda menjadi "pengganggu" seperti di jaman Bu Mega, atau tergoda menjadi preman di setiap perempatan.

sumber: http://www.mediaindo.co.id/100hari/default.asp?tanggal=10%2F31%2F2004

Berita lain yang menarik:
LOMBA KARYA CIPTA TEKNOLOGI MAHASISWA UNTUK INDUSTRI KECIL MENENGAH (LKCTMI) bisa di lihat di http://www.dikti.org/lkctmi2004.htm


1 comment:

Anonymous said...

Uji komentar.
Mengetahui, memahami, menggunakan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi, termasuk dalam ranah berfikir kognitif, versi Taksonomi Bloom.

salam,