Saturday, September 04, 2004

Catatan Kompas, 04 Sep 2004

1. Jalan Menuju Melek Huruf
MUSIM sekolah telah mulai. Sama seperti setahun lalu, kali ini kita juga menaksir kembali apa yang masih tersisa dari kehancuran pendidikan sekolah di Indonesia. Setiap ratapan berisi kehilangan. Tetapi perihal pendidikan sekolah, tidak jelas benar apa yang sesungguhnya sedang kita ratapi. Tentang biaya sekolah yang menjulang? Tentang mutu yang semakin kampungan? Tentang tidak nyambung-nya pendidikan dengan rekonstruksi Indonesia? Tentang tak terkaitnya persekolahan dengan pertumbuhan ekonomi? Tentang pertanyaan "untuk apa pendidikan sekolah?" Jawabnya: semua!
Lengkapnya...

2. Pendidikan Indonesia : Terpuruk di Tengah Kompetisi
INDIA adalah negara dengan segudang masalah. Kemiskinan, kurang gizi, dan pendidikan yang rendah merupakan persoalan besar di negara berpenduduk lebih dari satu miliar itu. Sekitar 40 persen penduduk India buta huruf. Angka ini melambung tinggi bila masuk lebih khusus kepada kelompok masyarakat miskin, kasta rendah, dan perempuan. Indeks Pembangunan Manusia di situ berada di peringkat 127, jauh di bawah posisi Indonesia: peringkat 111. Namun, India memiliki visi dan arah pendidikan yang jelas.
Lengkapnya...

3. Moral dan Etika Sejak Dini
LEMBARAN kertas putih berisi deretan aksara hangeul (alfabet Korea Selatan) berserakan di atas meja tamu di ruang kerja Jeon Kum-jong. Kertas-kertas berukuran lebar itu rupanya adalah alat peraga yang baru saja ia tunjukkan kepada murid-muridnya di ruang kelas III Shinkwang Elementary School.
"Kalimat-kalimat ini berisi pesan tentang moral dan etika," kata Jeon, sembari menunjukkan lembar demi lembar kertas. Jeon adalah guru sekaligus kepala sekolah di kawasan Yongsan-gu, Seoul, Korea Selatan, yang sangat menekankan penanaman nilai-nilai moral dan etika sejak dini bagi murid-muridnya.
Lengkapnya...

4. Pendidikan di Vietnam : Saudara Muda yang Mencengangkan
Bisa jadi pula, lantaran Soekarno bersama Hatta sekitar sembilan tahun lebih dulu memproklamirkan kemerdekaan RI ketimbang Paman Ho mendirikan negara Vietnam sehingga orang Vietnam pun menganggap Indonesia sebagai saudara tua. Paman Ho yang selalu tampil bersahaja baru berhasil mendirikan negara Vietnam Utara tahun 1954 setelah pasukannya mengusir pemerintahan Perancis dari belahan utara Vietnam.
Lengkapnya...

5. Pendidikan di Korea Selatan : Menyeruak di Antara Dua Saudara Tua
LEE Chong-jae menerawang ke masa 50 tahun lalu, ketika hendak menjelaskan kemajuan pendidikan di negaranya, Korea Selatan. "Setelah Perang Korea, kami hampir tidak punya apa-apa selain murid sekolah. Tidak ada ruang kelas, tidak ada buku paket, tidak ada guru, tetapi kami punya anak-anak yang harus belajar," tuturnya mengenang.
SEMANGAT menjadi kata kunci yang membawa kebangkitan pendidikan Korea Selatan hingga siap bersaing dengan negara lain. Mereka mulai dengan membangun infrastruktur pendidikan yang luluh lantak akibat Perang Korea, lalu membenahi kualitasnya.
Lengkapnya...

6. Pendidikan di India : Pusat Keunggulan Menuju Negara Maju
"Berpikir adalah kemajuan. Tidak berpikir merupakan stagnasi bagi individu, organisasi, dan negara. Berpikir mengarahkan pada tindakan. Pengetahuan tanpa tindakan tidak ada gunanya dan tidak relevan. Pengetahuan dengan tindakan mengubah kesengsaraan menjadi kesejahteraan." Dr Abdul Kalam, Pakar Aeronautika yang Presiden India
Lengkapnya...

7. Pendidikan di Daratan China : Menghadapi Lingkungan Global
BELAJAR sudah menjadi sifat alamiah orang-orang China. Sehingga tidak mengherankan bila sistem pendidikan formal berbentuk sekolah yang kita kenal sekarang ini di daratan China memiliki sejarah panjang 3.500-an tahun. Bahasa China sendiri, baik itu dialek nasional Mandarin atau dialek daerah-daerah (seperti Hokkian, Konghu, Khe, dan lainnya), mengharuskan siapa saja di daratan China harus belajar apakah itu huruf kanji maupun intonasi nada dalam bahasa percakapan.
Lengkapnya...

8. Pendidikan di Singapura : Ditata seperti Sebuah Orkestra
APA yang diharapkan warga dari sebuah sistem pendidikan? Bagi orang awam sekalipun pasti tahu bahwa yang dibutuhkan adalah setidaknya kurikulum yang baik, pengajar yang enak, fasilitas memadai, dan biaya murah, jika bisa. Lalu selebihnya mungkin adalah lingkungan yang kondusif, daya saing yang tinggi, serta segala aspek lain yang ada di luar ruang sekolah.
TAMPAKNYA hal itu tersedia di Singapura. Perbandingan sistem pendidikan di Singapura dengan Indonesia seperti bumi dan langit rasanya. Departemen Pendidikan Singapura (Ministry of Education) tampaknya lebih banyak bekerja dan memberi perhatian besar pada pengembangan pendidikan ketimbang memanfaatkan pendidikan sebagai sumber rezeki bagi oknum atau pegawai-pegawai departemen itu.
Lengkapnya...

No comments: